Jakarta, — Terdakwa korupsi proyek pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) pada Direktorat Jenderal Listrik dan Pembaruan Energi, Kementerian ESDM, Kosasih Abbas, menggantungkan harapan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Bekas Kasubdit Usaha Energi Baru dan Terbarukan ini, berharap lembaga pimpinan Abdul Haris Semendawai segera mengabulkan perlindungan.
"Jawaban KPK, pihak LPSK sudah terima surat permohonan perlindungan. Harapannya, LPSK sudah menerima permohonan perlindungan klien kami," ujar penasihat hukum Kosasih, Andi Syahputra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1).
Harapan itu, menurut Andi, mengingat kliennya akan membuka dan menyebut sejumlah nama-nama pejabat negara dan anggota DPR yang terlibat dalam proyek SHS periode 2007 dan 2008, saat pemeriksaan terdakwa, yang rencananya akan digelar majelis hakim Pengadilan Tipikor, Rabu (7/1) pekan depan.
Kosasih mengaku sudah bersikap kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang proses penyelidikan dan penyidikan. Hingga ia mengajukan diri sebagai justice collaborator dengan membuat buku putih berisi gambaran detail terkait kasus tersebut.
Meski begitu, ia menjelaskan akibat sikap kooperatifnya itu, kliennya mulai mendapat ancaman dan arahan agar melokalisasi kasus dengan tidak menyebut sejumlah pihak saat berkas perkara dilimpahkan jaksa penuntut umum KPK ke pengadilan.
Kosasih juga mengaku, selama ditahan pernah didatangi seorang utusan dari banyak pihak yang meminta melokalisasi kasus. Ia juga pernah dihubungi oleh pihak yang tak ingin namanya disebutkan di persidangan dengan memberi jaminan.
Dalam persidangan perkara SHS, sejumlah pejabat negara disebut dari kerabat menteri, jenderal polisi, sampai anggota DPR, seperti politisi Demokrat Sutan Bhatoegana, politisi PDI Perjuangan Herman Herry, bekas Kepala BNN Komjen Gories Mere.
Kosasih bersama bekas Dirjen LPE Jacob Purnowo, dengan dakwaan terpisah, diduga telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pengadaan SHS yang merugikan keuangan negara seluruhnya Rp144,8 miliar.
Keduanya dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU dan dakwaan subsider Pasal 3 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keduanya terancam pidana dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. -(actl)-
Bekas Kasubdit Usaha Energi Baru dan Terbarukan ini, berharap lembaga pimpinan Abdul Haris Semendawai segera mengabulkan perlindungan.
"Jawaban KPK, pihak LPSK sudah terima surat permohonan perlindungan. Harapannya, LPSK sudah menerima permohonan perlindungan klien kami," ujar penasihat hukum Kosasih, Andi Syahputra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1).
Harapan itu, menurut Andi, mengingat kliennya akan membuka dan menyebut sejumlah nama-nama pejabat negara dan anggota DPR yang terlibat dalam proyek SHS periode 2007 dan 2008, saat pemeriksaan terdakwa, yang rencananya akan digelar majelis hakim Pengadilan Tipikor, Rabu (7/1) pekan depan.
Kosasih mengaku sudah bersikap kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang proses penyelidikan dan penyidikan. Hingga ia mengajukan diri sebagai justice collaborator dengan membuat buku putih berisi gambaran detail terkait kasus tersebut.
Meski begitu, ia menjelaskan akibat sikap kooperatifnya itu, kliennya mulai mendapat ancaman dan arahan agar melokalisasi kasus dengan tidak menyebut sejumlah pihak saat berkas perkara dilimpahkan jaksa penuntut umum KPK ke pengadilan.
Kosasih juga mengaku, selama ditahan pernah didatangi seorang utusan dari banyak pihak yang meminta melokalisasi kasus. Ia juga pernah dihubungi oleh pihak yang tak ingin namanya disebutkan di persidangan dengan memberi jaminan.
Dalam persidangan perkara SHS, sejumlah pejabat negara disebut dari kerabat menteri, jenderal polisi, sampai anggota DPR, seperti politisi Demokrat Sutan Bhatoegana, politisi PDI Perjuangan Herman Herry, bekas Kepala BNN Komjen Gories Mere.
Kosasih bersama bekas Dirjen LPE Jacob Purnowo, dengan dakwaan terpisah, diduga telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pengadaan SHS yang merugikan keuangan negara seluruhnya Rp144,8 miliar.
Keduanya dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU dan dakwaan subsider Pasal 3 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keduanya terancam pidana dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. -(actl)-
Posting Komentar