KEDIRI, -- Kepala Polres Kediri Kota AKBP Ratno Kuncoro menyampaikan, ada tujuh pejabat yang menerima aliran dana proyek bermasalah tersebut.
“Penyidik masih menemukan dokumen kas keluar masuk catatan keuangan, transaksi, sampai bukti transfer,” kata Kepala Polres Kediri Kota AKBP Ratno Kuncoro, kemarin.
Pihaknya mendapati laporan secara tertulis dari bukti transfer tersebut lengkap dengan rincian tanggalnya. Namun, untuk rincian itu, ternyata ada yang menggunakan sejumlah sandi, misalnya “besi beton” yang diduga itu untuk mengecoh petugas.
Kata Ratno, nominal dari bukti transfer tersebut beragam ada yang ratusan juta sampai miliran rupiah. Untuk yang menggunakan sandi “besi beton” itu misalnya mendapatkan transfer dana sampai miliaran rupiah. Namun, secara total belum diketahui karena masih dalam pendataan lebih lanjut.
“Mungkin jumlahnya sampai belasan miliar. Kami masih pilah-pilah karena catatan itu bukan hanya untuk proyek jembatan tapi juga untuk poltek (Politeknik Kediri) dan Gambiran (RSUD Gambiran II Kediri),” ungkap Kapolres.
Pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri diduga terjadi pelanggaran, di antaranya dalam proses persetujuan pembangunan.
Pembangunan jembatan dilakukan pada 2011, namun ternyata anggaran sudah dilakukan sejak 2010. Anggaran pembangunan jembatan yang dibangun dengan jarak sekitar 500 meter dari jembatan lama (dibangun sejak zaman Belanda) itu juga membengkak dari awalnya hanya Rp66 miliar menjadi Rp71 miliar.
Proses lelang juga dinilai yang tidak sesuai dengan prosedur. Dari lima panitia lelang, ternyata hanya ketua yang mengetahui sementara sekretaris dan anggota tidak dan mereka hanya menerima honor saja.
Selain itu, pengerjaan proyek itu ternyata bukan dilakukan oleh pemenang lelang PT Fajar Parahiyangan, tapi oleh perusahaan lain.
Polisi sudah menetapkan status tersangka pada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Kediri Kasenan serta Ketua Panitia Lelang Wiyanto. - (li) - .
Posting Komentar